Senja Di Balik Kaca

Aku lupa,
sore sudah turun berapa lama
Langit telah berganti jubah;
biru – putih – emas – merah
selalu penuh rahasia, tak terduga.

Aku lupa,
sedang berada dimana
– di antara bukit-bukit keemasan,
pohon-pohon berjejeran,
segalanya melesat terlalu cepat, tak terbaca.

Selintas,
pandangku menangkap bola api saga,
terpantul dari kaca yang sempat terjangkau mata;
Melayang sendirian diantara semburat langit emas,
Berdiam menggeliatkan sengit yang meranggas.

Aku terpesona.

Tetiba langit jatuh,
menimpaku. Menimpa ingatan, lalu melontarkanku seketika
ke dalam sore yang jauh;
ke dalam senja yang purba;

Masih sama merah,
kali itu terpantul dari bola matamu,
yang sama juga merah,
yang terpaku menatapku;

bercumbu, berpagut, bercinta
dengan lelaki yang entah siapa
– Aku lupa.

Kala itu,
sebuah senja terpantul di bola mata,
mengeruh, mengeras, mengerak,
tinggal kelam.

Kini,
sebuah senja terpantul di balik kaca
memudar, memendar buram
kutinggalkan dalam rengkuhan malam

Aku melaju,
menanggalkan masa lalu;
meninggalkanmu,

meninggalkan senja kelam di bola matamu,
dari balik kaca;
hatiku.

Tidak ada komentar: