(Masih) Perihal Kehilangan

yang terpaku pada geliat detak jam
dinding, waktu
derap kakimu menggemakan
ujung-ujung gang buntu
yang terpenjara pada kepergianmu,
kehilangan
kecemasan yang disuarakan
berulang-ulang
“tak ada yang setabah langit
mengulang kehilangan” katamu
maka di sinilah, pada senja
yang memudar, aku berjaga
dan menuliskanmu dalam
sebait sajak
:ulir hujan di kaca jendela
sementara udara
mengeringkan doa-doa
daun-daun rapuh melayangkanmu
sebelum ia terjatuh

Tidak ada komentar: